NUNUKAN – Hingga akhir Mei ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan baru mengungkap 1 kasus tindak pidana korupsi, yakni pengembangan kelapa sawit dengan pola dana bergulir (revolving fund) di Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) anggaran tahun 2006. Kasus dugaan tindak pidana korupsi di Dishutbun ini telah menyeret mantan Kadishutbun Nunukan Ir Suwono Thalib, Kabid Perkebunan Sujendro Edi Nugroho dan mantan Pimpro Mohammad Soleh

“Kami akui, Kejari Nunukan masih harus terus meningkatkan kinerjanya, terutama dalam penungkapan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di Nunukan. Target kita, tahun ini mengungkap dua hingga tiga kasus korupsi baru,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Azwar SH kepada Radar Tarakan kemarin.

Target tersebut, kata Kajari, bukan sekadar karena ada penilaian, evaluasi dari Kejati Kaltim, yang mengimbau kepada seluruh Kejari di Kaltim agar lebih gereget dalam mengungkap kasus korupsi di daerahnya masing-masing. Tapi, memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Kejari Nunukan dalam mengoptimalkan tugasnya, terutama penanganan kasus korupsi. “Kita akan berupaya lebih optimal lagi dalam penanganan tindak pidana korupsi,” ungkap Kajari.

Kajari menambahkan, selain Kejari, saat ini bahkan Polres Nunukan kabarnya tengah menyidik kasus korupsi baru di Nunukan.

Bagaimana dengan kasus korupsi pengadaan tanah? Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah yang merugikan negara sebesar Rp 11,1 miliar, melibatkan Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad dan Bupati Bulungan Budiman Arifin yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Nunukan. Kata Kajari, untuk surat izin pemeriksaan dua kepala daerah ini, hingga kini belum juga turun. “Urutannya, setelah Presiden menandatangani izin pemeriksaan, kemudian diserahkan ke Mensesneg, lalu diserahkan ke Kejagung, diteruskan lagi ke Kejati Kaltim dan akhirnya sampai ke Kejari Nunukan, selanjutnya barulah pemeriksaan bisa dilakukan,” sebut Kajari yang menambahkan pihaknya masih menunggu instruksi Kejati dan Kejagung soal izin pemeriksaan kepala daerah dari presiden .

Untuk diketahui, kasus ini telah menyeret tiga anggota Tim 9 (Sembilan) menjadi tersangka, yakni mantan kepala BPN Nunukan H Darmin Djemadil, mantan Bendahara Setkab Nunukan Simon Sili dan mantan Lurah Nunukan Selatan Arifuddin SE. Ketiganya masih menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nunukan.

Kasus pengadaan tanah terjadi sejak Agustus 2004, yang berawal dari pengadaan tanah seluas 62 hektare untuk pembangunan di lingkungan Pemkab Nunukan.

Kemudian, timbul masalah dalam proses pembebasan lahan oleh pemerintah daerah lewat tim 9 (sembilan), menyangkut pembayaran tali asih.

Nah, berdasarkan hasil audit BPK RI, pemerintah daerah diminta untuk melengkapi data-data/dokumen-dokumen pendukung yang berkaitan dengan status kepemilikan tanah yang dibebaskan.
Berdasarkan SK Bupati No 319/2004, dibentuk Tim Sembilan yang terdiri dari unsur pemerintahan daerah dan instansi vertikal yaitu : Bupati Nunukan, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan, Camat dan Lurah dan Pimpinan Proyek.

Masih menyangkut soal izin pemeriksaan dua kepala daerah ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Marwan Effendy SH saat dikonfirmasi melalui selulernya menegaskan, bahwa surat izin presiden terkait pemeriksaan dua kepala daerah di Kaltim itu, masih dalam proses.

Apakah sudah ditandatangani presiden? “Oh belum, tapi sedang dalam proses kok,” jawab Marwan.

Kapan kira-kira target penyelesaian proses itu? Marwan enggan menjawab, namun mantan Kajari Bontang ini yakin, bahwa surat izin tersebut bakal turun, hanya saja belum bisa dipastikan kapan. “Nanti saya konfirmasi lagi, yang jelas masih dalam proses,” lengkap Marwan yang rencananya hari ini akan dimutasi dengan jabatan baru sebagai Jaksa Agung Muda Pengawasan. (ica)