PALU Ketua DPRD Nunukan, Nardi Azis sudah diketok. APBD Nunukan 2010 pun disetujui Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak yang totalnya sebesar Rp 771 miliar. Namun, persetujuan Gubernur Faroek tentang APBD kabupaten itu bukan berarti tak menyisakan persoalan. Satu persoalan yang ramai dibicarakan anggota DPRD Nunukan, adalah proyek jalan lingkar di kawasan hutan lindung (HL) Nunukan sendiri.
Item yang termuat di APBD menyebut, proyek jalan yang melintasi HL ini dinilai bertentangan dengan ketentuan dan UU yang berlaku. Anehnya, seakan ada dualisme pandangan di kalangan dewan. “Pembangunan jalan yang membelah hutan lindung itu merupakan keperluan vital bagi masyarakat Nunukan. Alhamdulillah, sekarang proyek itu juga ikut disetujui oleh gubernur,” ucap Ketua DPRD Nunukan, Nardi Azis.
Hari itu, 2 Maret 2010, RAPBD Nunukan telah mendapat persetujuan Gubernur Kaltim untuk disahkan sebagai APBD. Tapi, tiga fraksi di DPRD Nunukan sempat memberikan catatan sekaligus mempertanyakan soal proyek pembuatan jalan di wilayah HL. Ketiga fraksi itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Perjuangan Rakyat dan Fraksi Partai Keadilan.
Semuanya bernada menantang rencana pembangunan itu mengingat kawasan HL harus benar-benar steril atau terlindungi dari aktivitas apa pun. Terlebih untuk membuka perhubungan darat (jalan). “Apa pun alasannya, akses jalan di HL tidak dibenarkan,” ungkap Ketua F-PK, M Nasir seraya menyebut, sebelum akses lintas perhubungan darat di HL direalisasikan harus didahului perizinannya, agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
Ada penilaian, bila pembangunan fisik termasuk perhubungan darat dibangun di kawasan HL, sudah bisa dipastikan perkembangan eknomi kerakyatan akan turut mengikuti akses di kawasan terlarang itu. Tak heran kalau keberadaan HL akan bertambah ramai oleh aktivitas masyarakat dan aktivitas pengusaha yang membuka berbagai proyek.
Kondisi ini sudah barang tentu itu menjadi ancaman tersendiri bagi kelestarian HL. Terlebih kawasan HL Nunukan sendiri sudah rusak akibat adanya aksi penjarahan. “Pembangunan jalan di HL yang rencananya dibiayai APBD 2010 ini, hendaknya dikaji lagi untung ruginya,” gumam Arastika, salah satu warga Nunukan. Ia menambahkan, bila lintas jalan itu tetap dibangun di kawasan HL, maka APBD Nunukan pun ikut andil merusak HL yang seharusnya dipelihara dan dijaga kelestariannya.
“Sebagai anggota masyarakat, kami jadi bertanya-tanya mengapa Gubernur Awang Faroek menyetujui pembangunan jalan di kawasan HL? Kami tidak mengerti, ada kepentingan apa di balik persetujuan ini? Seharusnya, Gubernur Faroek sebagai orang nomor satu di Kaltim ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian HL, bukan malah menyetujuinya,” timpal Arastika.
Nardi Azis sendiri usai pengesahan APBD Nunukan itu menguraikan, pembangunan jalan lintas HL yang bakal dibiayai APBD 2010 di antaranya Jalan Panamas – Makodim senilai Rp 12,36 miliar, Jalan Kampung Tator – Sungai Fatimah Rp 4,07 miliar, jalan pintas kilometer 2 – kilometer 8 Binusan Rp 8,3 miliar dan Jalan Pulau Nunukan hingga poros Jalan Sungai Nyamuk – Bebatu senilai Rp 1,49 miliar.
Secara terpisah, Sekretaris F-Golkar, Lukman, menyebutkan, terdapat empat proyek pembangunan jalan senilai Rp 26 miliar yang masuk dalam wilayah HL. “Fraksi kami tidak pernah menghambat dan menghalang-halangi pengajuan pengesahan APBD Nunukan 2010. Tapi, kami menghendaki agar pembangunan jalan di HL ini tidak memunculkan masalah di kemudian hari,” ucap Lukman seolah mengingatkan semua pihak yang ikut memuluskan proyek jalan di kawasan HL itu.
Lantas, sejauh mana kiprah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Nunukan dalam mengegolkan rencana proyek jalan masuk HL tersebut? Dikonfirmasi secara terpisah, H Suwono Thalib, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Nunukan menyatakan pihaknya tak tahu secara persis proyek itu. Agak ironi memang.
”Saya tidak pernah dilibatkan dalam hal pembahasannya. Saya juga tak pernah mengeluarkan rekomendasi. Tanya saja kepada Ketua DPRD maupun Bupati. Dia yang tahu secara persis,” jelas Suwono.
Suwono justru menyarankan agar mengkonfirmasi persoalan proyek jalan masuk HL tersebut ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Nunukan. ”Bappeda tak mungkin tak tahu seluruh proyek pembangunan jalan. Seluruh rencana pembangunan daerah pasti tahu dia,” tegas Suwono lagi. Bahkan, saat disecar pertanyaan mengenai alih fungĂs HL yang saat ini sebagian besar dimanfaatkan masyarakat menjadi kebun sawit, Suwono kembali mengelak. “Soal pengamanan hutan lindung, tanyakan kepada Satpol PP, dia bagian pengawasan,” tandasnya.
Sejauh ini, alih fungsi HL menjadi perkebunan sawit di Nunukan sudah bukan rahasia lagi. Bahkan, teriakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat seakan tak dihiraukan. Tetap saja praktek pengalihfungsian lahan hutan menjadi perkebunan sawit dan jalan tak bisa dicegah. Entah bagaimana awalnya, sehingga HL yang seharusnya dilindungi justru dibabat untuk dijadikan perkebunan dan jalan.
Hingga kontroversi pembangunan jalan di kawasan HL masih memanas di tingkat dewan, proyek yang dimaksud tetap mendapat lampu hijau dari Gubernur Kaltim. APBD pun sudah diketok. Sementara, diduga instansi terkait juga belum melengkapi masalah perizinan soal sejumlah pembangunan jalan di kawasan HL. Padahal, dalam UU Kehutanan sudah dijelaskan, untuk melakukan kegiatan di hutan lindung, harus dilengkapi dengan izin pinjam pakai dari menteri Kehutanan. Karena itu pula, pro kontra di kalangan dewan sendiri masih memuncak.** Yusuf Palimbongan
0 Comments Received
Leave A Reply