Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Azwar


Nunukan
- Salah satu dasar Kejaksaan Negeri Nunukan menetapkan tiga pejabat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Nunukan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi dana bergulir, karena pejabat tersebut teledor dalam pemberian bantuan kepada kelompok tani. Padahal di dalam peraturan daerah sudah dijelaskan dana bergulir tersebut sifatnya pinjamam yang harus dikembalikan.

"Jadi harusnya dalam perjanjian ada jangka waktu kreditnya, bagaimaan cara mengembalikannya, jangka waktu pengembaliannya. Mungkin ada dendanya seperti apa. Ini tidak diketahui dan dirasakan sebagai kewajiban oleh kelompok tani yang menerima karena memang tidak ada perjanjiannya," ujar Kepala Kejari Nunukan Azwar, Jumat (14/5/2010).

Karena tidak dilengkapi dengan perjanjian, kata Azwar, maka tidak dapat diharapkan lagi dana yang sudah diberikan itu akan kembali lagi. "Dan mulai tahun 2006 sampai sekarang tidak ada pengembalian sama sekali dari kelompok tani," katanya.

Dalam dugaan tindak pidana korupsi kegiatan pengembangan kelapa sawit dengan pola dana bergulir (revolving fund) di Dishutbun Nunukan tahun 2006 penyidik menetapkan tersangka masing-masing mantan Kadishutbun Ir Suwono Thalib, Pelaksana Tugas (Plt) Kadishutbun Ir Sujendro Edi Nugroho dan Kabid Perkebunan Muhammad Soleh Efendi.

Kasus itu bermula pada tahun 2006 silam saat Pemkab Nunukan menggelontorkan dana bergulir kepada petani senilai Rp 20 miliar. Dana bergulir tersebut disalurkan kepada kelompok tani di Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebuku dan Kecamatan Sebatik.

Diduga terjadi penyimpangan dalam penyaluran dana bergulir tersebut. Hal tersebut diketahui dari pemeriksaan terhadap kelompok tani di Kecamatan Sebuku.

Sejumlah penyimpangan yang ditemui penyidik diantaranya, dana bergulir maupun bibit sawit serta dana insentif ternyata diberikan kepada kelompok petani yang tidak memenuhi persyaratan. Dalam ketentuan, kelompok tani yang bisa mendapatkan bantuan harus memiliki lahan. Namun setelah di cek di lapangan, banyak petani yang tidak memiliki lahan. (*)