Rahmatia


Nunukan
- Sejumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi, Kamis (27/5/2010) malam tadi melalui Nunukan, mengeluhkan perlakukan para petugas Pusat Tahanan Sementara (PTS) Hill Top Tawau, Sabah, Malaysia yang mereka sebut cikgu.

Rahmatia, salah seorang TKI yang sempat 40 hari berada di PTS Tawau, mengaku pernah dianiaya cikgu yang menyebabkan sekujur tubuhnya memar. Ia dianiayai tiga orang cikgu karena kedapatan membawa telepon seluler ke dalam tahanan.

"Waktu masuk PTS, handphone saya simpan di kantong celana. Nah kebetulan waktu itu makan siang lambat, jadi saya SMS kakak saya minta nasi. Dari situ ketahuan kalau saya bawa handphone," ujarnya.

Rahmatia harus menahan berbagai siksaan terhadapnya. Di blok lima PTS tersebut, ia diseret tiga petugas ke sudut sel. Disitu mulai muka hingga seluruh bagian tubuhnya dipukuli. Rekannya sesama tahanan tak bisa berbuat apa-apa, saat penganiayaan itu berlangsung.

"Saya juga dilempar sandal, diinjak lalu dicekik. Saya berteriak menangis minta ampun baru saya dilepaskan. Dulunya di badan saya ini penuh bekas luka dan biru-biru, tapi sekarang sudah tidak ada lagi," katanya sambil menunjukkan sedikit bekas luka di lengannya.

Tak hanya sampai di situ, handphone juga dilemparkan ke tubuhnya. "Handphone saya rusak, tas saya dihambur kemudian uang saya RM40 disita," katanya.

Di PTS yang merupakan tempat penampungan orang asing yang akan dideportasi tersebut, ada seorang wanita asal Filipina bernama Fatma yang menjadi ketua blok lima. Selain petugas PTS, wanita ini kerap memukul WNI yang berada di dalam tahanan tersebut. "Kalau perempuan, rata-rata dicekik kalau masuk PTS," katanya.

Rahmatia ditangkap petugas di Malaysia, lantaran tidak meminta stempel check out pada dokumen keimigrasiannya, saat keluar dari wilayah Malaysia. Setiap harinya ia bekerja menjajakan makanan dan minuman di atas kapal-kapal reguler antara Tawau- Nunukan. (*)