Nunukan - Pengamat politik dan kebijakan publik Nunukan, Indrasasmita meminta DPRD Nunukan mendesak Pemkab Nunukan agar menghentikan sementara proses pemberian bantuan kepada masyarakat.

Hal tersebut untuk mengantisipasi penyalahgunaan bantuan untuk kepentingan politik oknum tertentu menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu Kada) Nunukan yang tahapannya sudah mulai berjalan bulan depan.

"Pemberian bantuan harus dihentikan terutama menjelang detik-detik kampanye, supaya calon tertentu tidak memanfaatkan fasilitas negara demi melancarkan misinya," ujarnya.

Koordinator Komite Persiapan Serikat Mahasiswa Nunukan (KP-SMN) Surabaya Saddam Husin juga sepakat agar bantuan sosial maupun dana bergulir kepada masyarakat dihentikan sementara sampai seluruh proses Pemilu Kada selesai. "Ini sudah dilakukan di beberapa daerah menjelang pilkada," ujarnya.

Saddam menilai bukan menjadi rahasia umum, seringkali oknum tertentu menggunakan uang daerah untuk kepentingan politik menjelang Pemilu Kada. Uang daerah tersebut dikemas menjadi bantuan partai politik atau bantuan dari calon tertentu.

"Misalnya saja bantuan sosial untuk rumah ibadah, organisasi masyarakat, kemudian dana bergulir, itu semua rawan diselewengkan. Bantuan itu diberikan kepada masyarakat, lalu diklaim sebagai bantuan si A atau si B," ujarnya.

Penggunaan dana APBD untuk kepentingan Pilkada oknum tertentu juga berisiko hukum. Satu contoh kasus penggunaan uang negara untuk kepentingan politik misalnya yang terjadi di satu daerah di Kaltim. Kasus itu akhirnya menyeret sang bupati ke penjara, karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membuktikan adanya korupsi dana bantuan sosial untuk kepentingan kampanye.

Program bantuan dana bergulir juga paling sering digunakan untuk kepentingan Pilkada. Misalnya pemberian bantuan dana bergulir untuk sawit, koperasi, ternak maupun pertanian dan perkebunan. Dengan dalih mengentaskan kemiskinan dan sebagai bentuk kepedulian oknum tertentu terhadap masyarakat, dana tersebut disalurkan meskipun penerimanya tidak memenuhi persyaratan.

"Contoh riil yang terjadi adalah pemberian bantuan dana bergulir sawit tahun 2006 yang kasusnya kini bergulir di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Nunukan. Karena buru-buru ingin menyalurkan dana tersebut, akhirnya verifikasi tidak dilakukan. Yang terjadi selanjutnya, justru pejabat Dishutbun harus mempertanggungjawabkan secara hukum persoalan tersebut," katanya.

Menjelang pelaksanaan Pilkada, kata Saddam, biasanya oknum tertentu akan menyusun strategi pemenangan dengan memanfaatkan aparat pemerintahan di daerah. Kepentingannya terbagi menjadi tiga bagian.

Pertama memanfaatkan aparat yang terkait dengan pencatatan pemilih seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Kepentingannya sudah tentu untuk mengakomodasi pemilih dari kantong-kantong tertentu bahkan memobilisasi massa dari luar daerah untuk ikut memilih.

Kepentingan kedua yakni menggunakan instansi tertentu seperti Disperindingkop dan UMKM, Dishutbun, Diskanla dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Instansi ini digerakkan untuk memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat yang kemudian diklaim sebagai bantuan oknum tertentu.

Sedangkan yang ketiga, memanfaatkan instansi yang memiliki anggaran besar seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan serta Dinas Kesehatan sebagai ladang untuk meraup biaya kampanye.

"Tiga instnasi ini memiliki anggaran yang sangat besar. Artinya di sana sangat banyak proyek. Dari proyek-proyek inilah oknum tertentu bisa mendapatkan anggaran untuk biaya kampanye," ujarnya.