Nunukan - Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Azwar menegaskan, pihaknya sudah melayangkan izin pemeriksaan terhadap Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad dan Bupati Bulungan Budiman Arifin terkait kasus korupsi pengadaan tanah. Kalaupun hingga kini, izin tersebut belum turun, bukan berarti permohonan tersebut tidak disampaikan kepada Presiden.

“Kami melalui Kejagung pernah melayangkan ke Presiden permohonan untuk memeriksa dua Bupati ini. Malah permohonan itu ditandatangani langsung Jaksa Agung pada tahun 2008 lalu.

Permohonan izin antara Bupati Nunukan dan Bupati Bulungan disampaikan satu surat. Kodenya rahasia. Adak ok arsipnya, saya sudah lihat,” ujarnya, Rabu (2/6/10).

Azwar mengaku telah bertemu Direktur Penyidikan Kejagung untuk mempertanyakan tindak lanjut surat tersebut.

“Sama Direktur Penyidikan saya sudah diperlihatkan arsipnya. Jadi suratnya benar-benar sudah masuk ke Presiden,” katanya.

Dalam permohonan itu, Kejagung meminta izin untuk memeriksa kedua Bupati sebagai saksi/tersangka.

“Jadi bukan berarti dia tersangka. Kalau kita minta izin ke Presiden itu memang sudah baku, jadi disebutkan saksi garis miring tersangka. Nanti kalau izin itu keluar, kita periksa mereka sebagai saksi dulu,” ujarnya.

Jika nantinya dalam hasil pemeriksaan ternyata terdapat indikasi keduanya menjadi tersangka, maka pihaknya tidak perlu lagi mengajukan permohonan izin pemeriksaan sebagai tersangka.

“Jadi memang harus menggunakan garis miring tersangka. Kalau kita periksa dia sebagai saksi, kemudian dia menjadi tersangka maka tidak perlu lagi minta izin. Karena kita juga belum tahu bagaimana nanti hasil pemeriksaan. Apalagi Bupati kita, dia orang yang tidak aktif dalam pengadaan tanah saat itu. Pak Budiman juga kita pelajari, sejauhmana petunjuk dia dalam proses pengadaan. Apakah ada indikasi penyimpangan, nanti kita analisa lagi,” katanya.

Kedua Bupati ini diduga terlibat korupsi pengadaan tanah di Jalan Ujung Dewa Sedadap, Kelurahan Nunukan Selatan, Kabupaten Nunukan yang merugikan negara senilai Rp 7 miliar. Kasus tersebut terjadi sejak Agustus 2004, yang berawal dan pengadaan tanah seluas 62 hektare untuk pembangunan di lingkungan Pemkab Nunukan. Saat itu terjadi dugaan korupsi di Nunukan, Abdul Hafid Ahmad menjabat ketua tim 9 pengadaan tanah dan Budiman Arifin menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan.

Dalam kasus itu pengadilan telah menghukum Mantan Kepala BPN Nunukan Darmin Djemadil, penjara 2 tahun 6 bulan dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. Selanjutnya mantan Sekcam Nunukan Selatan Arifuddin dihukum 2 tahun penjara dengan denda 50 juta subsider kurangan 1 bulan kurungan. Selain itu pengadilan juga menghukum mantan Bendahara Pembayaran Setkab Nunukan Simon Silli 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. (*)