Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim) mendesak Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan mengeluarkan larangan pemanfaatkan hutan lindung untuk pembangunan infrastruktur dan aktivitas pertambangan.


"Kami mendesak Menhut agar tidak memberikan ijin pinjam pakai hutan lindung untuk pembangunan infrastruktur serta kegiatan pertambangan," ungkap Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Isal Wardhana dalam keterangan tertulisnya di Samarinda, Selasa malam.

Desakan itu, katanya, berdasarkan temuan Walhi Kaltim terkait indikasi pelanggaran yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Nunukan yang melakukan aktivitas pembangunan infrastruktur di kawasan hutan lindung dan penggunaan hutan lindung di Pulau Bunyu untuk aktivitas pertambangan oleh Pemkab Bulungan.

"Keberadaan hutan lindung di Pulau Nunukan sudah ditetapkan melalui SK. Mentan No. 169/Kpts/UM/3/1979," katanya.

"Penggarapan dan pembukaan hutan lindung oleh Pemkab Nunukan mulai dilakukan sejak 2005 melalui Surat Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (Kontrak Induk)) dengan Nomor 640/11/SPPP-P2P/ABT-XI/2005 senilai Rp 2,8 Milyar," ujar Isal Wardhana.

Walhi Kaltim mensinyalir hingga saat in Pemkab Nunukan belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pengerjaan proyek pembangunan tersebut.

"Pada 2007, Pemkab Nunukan termasuk salah satu pemerintah kabupaten di Kalimantan Timur yang mengajukan surat permohonan ke Departemen Kehutanan untuk pinjam pakai kawasan hutan," kata Direktur Eksekutif Walhi Kaltim itu.

Ironisnya lanjut dia, saat ini juga terdapat empat proyek pembangunan di areal hutan lindung di Pulau Nunukan dengan total nilai proyek sebesar Rp23,06 miliar dimana Rp3 miliar bersumber dari APBD Kaltim dan sisanya dari APBD Kabupaten Nunukan.

"Hutan lindung di Nunukan memiliki fungsi hydrologis yang sangat penting untuk pengaturan tata air, pencegahan bahaya banjir, tanah longsor dan erosi," katanya.

"Dampak dibukanya kawasan hutan lindung di Pulau Nunukan itu yakni rentan terjadinya bencana ekologis," ujar Isal Wardhana.

Sementara, di kawasan hutan lindung Pulau Bunyu Kabupaten Bulungan juga telah dirusak oleh aktivitas tambang batubara.

Saat ini lanjut Isal Wardhana, terdapat tiga perusahaan pertambangan yang beroperasi di pulau seluas 198,32 hektare tersebut.

"Kami telah mengetahui adanya aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung Pulau Bunyu sejak 2007 lalu," katanya.

Terancamnya ekosistem Pulau Bunyu menjadi salah satu kekhawatran oleh aktivitas penambangan yang menggunakan izin Kuasa Penambangan (KP) dari Bupati Bulungan tersebut.

Tiga perusahaan yang melakukan eksploitasi di Pulau Bunyu dengan luas izin konsesi mencapai 4.928 hektare, kata dia, yakni PT. Garda Tujuh Buana dengan luas areal 1.995 hektare, PT.Lamindo Inter Multikon seluas 1.000 hektare, dan PT. Mitra Niaga Mulya / PT. Adani Gelobal seluas 1.900 hektare.

"Ini menunjukkan hampir 50 persen kawasan Pulau Bunyu dikepung oleh eksploitasi pertambangan batubara. Tentunya, kondisi ini berdampak semakin buruknya kualitas lingkungan hidup dan terancamnya kawasan hutan di wilayah itu," ujar Isal Wardhana.

Fakta tersebut menjadi salah satu bukti pada surat yang diajukan Walhi Kaltim ke Menhut.

"Kami berharap, fakta-fakta yang kami berkan itu akan menjadi pertimbangan agar pak Menhut tidak lagi memberikan izin pinjam pakai di kawasan hutan lindung," ungkap Direktur Eksekutif Walhi Kaltim tersebut.