Nunukan - Ketua LSM Legency, Kadir mengatakan, harusnya pembangunan jalan di kawasan HLPN, lebih mengedapankan aspek moralitas dan kepentingan yang lebih luas ketimbang hanya kepentingan sesaat. Apalagi jika pembangunan jalan tersebut ternyata hanya terindikasi untuk kepentingan segelintir orang tertentu atau atas nama proyek.

Perlu kearifan dari pemerintah untuk tetap berpijak kepada pranata perundang - undangan yang berlaku. Jangan justru menjadikan HLPN sebagai objek bagi kontraktor untuk mengejar keuntungan.

"Resistensi yang dilakukan beberapa LSM maupun pemerhati lingkungan terhadap kerusakan HLPN di Nunukan merupakan wujud konsistensi akan pentingnya pemeliharaan pada lingkungan hidup," ujarnya, Jumat (16/4/10).

Terbongkarnya keterlibatan anggota DPR Al Amin Nasution dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan, kata Kadir, menunjukkan kejahatan lingkungan seringkali dilakukan dengan dalih perubahan fungsi hutan lindung.

"Mantan Menteri Kehutanan RI MS Kaban sendiri pernah mengatakan, banyak orang ingin cepat kaya dengan memanfaatkan hutan yang dilakukan dengan bentuk lain, yaitu berkolusi meloloskan alih fungsi hutan. Uang jutaan rupiah bisa dengan cepat berpindah ke saku pribadi cukup dengan kepandaian bersilat lidah dan berkolusi," ujarnya.

Tak dapat dipungkiri era Otonomi Daerah memberikan kewenangan mengurus dan mengatur daerahnya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah. Daerahpun berlomba-lomba membangun berbagai fasilitas infrastruktur pendukung.

"Kemudian yang terjadi adalah keterbatasan lahan. Cara yang mudah mendapatkan lahan untuk membangun dan cepat mendapatkan uang yakni dengan mengubah fungsi kawasan hutan lindung. Seperti yang terjadi di Nunukan, Pemkab Nunukan membangun jalan lingkar yang membelah kawasan HLPN," ujarnya.