Jakarta - Sebanyak 28 pemerintah provinsi di Indonesia terlambat menyerahkan dokumen rencana tata ruang. Hal itu, antara lain, karena menemui kesulitan akibat ketelanjuran perubahan peruntukan fungsi hutan lindung.

Dalam situasi demikian, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pemanfaatan hutan lindung tidak akan pernah ”diputihkan” atau disahkan untuk perubahan peruntukannya.

”Semestinya, pada bulan April 2009 setiap pemerintah provinsi diwajibkan menyerahkan dokumen rencana tata ruang wilayahnya,” kata Gamawan dalam Pertemuan Nasional Persiapan Implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan Perencanaan Pembangunan, Rabu (3/3) di Jakarta.

Pemerintah provinsi yang sudah menyerahkan dokumen rencana tata ruang meliputi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Bali. Penyerahan dokumen rencana tata ruang pemerintah kabupaten dan kota dibatasi bulan April 2010 ini.

Gamawan menegaskan, semestinya ada solusi lain untuk memperbaiki ekonomi masyarakat tanpa harus mengubah peruntukan hutan lindung.

Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengakui, saat ini memang ada kawasan hutan lindung yang diizinkan untuk peruntukan lain. Ia menilai, ada sebagian pemerintah daerah yang terlalu agresif menawarkan program pembangunan meskipun untuk itu harus mengubah peruntukan hutan lindung.

”Di situlah pentingnya membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menitikberatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan,” katanya.

Kajian tentang penataan ruang Jawa, menurut Gusti, sudah mencapai tingkat kritis. Sumatera dan Kalimantan segera memasuki kondisi kritis jika kegiatan di sana berjalan seperti pola yang berlaku sekarang. Sulawesi dipastikan menjadi jauh lebih rentan dibandingkan masa-masa sebelumnya.

Restorasi ekosistem

Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Hermien Roosita mengatakan, kawasan hutan lindung yang telanjur diubah peruntukannya akan dipulihkan. Saat ini program restorasi ekosistem sedang digalakkan.

”Pemerintah kabupaten dan kota saat ini sedang merevisi tata ruang masing-masing. Banyak perusahaan yang akan dilibatkan ke dalam program restorasi ekosistem,” kata Hermien.

Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Syamsul Arief Rivai mengatakan, selama ini dalam menetapkan rencana tata ruang, pemerintah daerah memang sering menemukan hambatan di sektor kehutanan.

Menurut Syamsul, saat ini masih terjadi dikotomi antara tindakan konservasi dan produksi. Kondisinya, konservasi masih terkalahkan oleh kebutuhan produksi.