Nunukan - Dugaan suap pejabat Dinas Pekerjaan Umum (PU) Nunukan kepada dua oknum polisi dari Satuan Tipikor Polda Kaltim, menjadi momentum untuk membuka lagi kasus-kasus korupsi yang macet ditangani polisi. SURAT terbuka disampaikan oleh Mubarok, warga yang mengaku tinggal di Balikpapan. Ia melayangkan surat pengaduan kepada Mabes Polri dan juga KPK di Jakarta. Judul surat pengaduannya cukup menyeramkan.

Mubarok membuka dengan kalimat; ”Konspirasi Polisi-Pejabat Nunukan Mempetieskan Kasus-kasus Dugaan Korupsi”. Tak lupa ia juga menyertakan berita-berita kliping koran, serta beberapa dokumen. Dan, entah bagaimana ceritanya, salah satu fotokopi berkas itu sampai ke meja redaksi BONGKAR. Mubarok dengan gamblang membuka setidaknya ada empat kasus dugaan korupsi yang perkaranya macet di Polres Nunukan atau Polda Kaltim dan kejaksaan. Kasus-kasus itu sudah pernah menjadi konsumsi publik karena diberitakan media-media, dan bahkan telah disidik sejak tiga tahun silam. Bahkan polisi telah menetapkan tersangkanya.

Tiga kasus pertama yang diangkat Mubarok adalah menyangkut alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, jalan dan percetakan sawah. Kasus pertama terjadi di kawasan hutan Simenggaris, di mana Pemkab Nunukan diduga memberikan rekomendasi kepada 4 perusahaan untuk membuat perkebunan, tanpa ada izin perubahan status lahan dari Menteri Kehutanan. Semula, status lahan adalah KBK (kawasan budidaya kehutanan), tapi kemudian diubah menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). Sedangkan keempat perusahaan masing-masing PT Nunukan Jaya Lestari (NJL 17.413 hektare), PT Sebakis Inti Lestari (SIL 20.000 hektare), PT Sebuku Inti Plantation (SIP 20.000 hektare) dan PT Pohon Emas Lestari (PEL 3.000 hektare). Kawasan yang diubah statusnya tanpa izin Menhut itu terletak di dekat garis batas negara Indonesia - Malaysia. Hutan yang dilandcleearing sekira 70.413 hektare dan tergolong masih lebat, sehingga diperkirakan kerugian negara akibatnya sekitar Rp150 Miliar.



Kasus ini sempat menjadi polemik di media dan kemudian ditangani Kejaksaan Tinggi Kaltim. Tapi, pemberkasan tidak pernah selesai sampai aparat yang menangani kasus itu waktu itu Asintel A Sinaga pindah tugas menjadi Kajari Medan Sumatera Utara. Kalangan DPRD Nunukan juga menjadi ikut blingsatan, karena disebut-sebut oleh Pemkab merestui perubahan status lahan itu dengan membuat surat dukungan Nomor 522.12/295/DKB-1/IX/2005, tertanggal 15 September 2005. Tapi Ketua DPRD Nunukan, Ngatijan Ahmadi waktu itu menjelaskan kalau pihaknya belum pernah menerbitkan surat dukungan kepada Bupati Nunukan, Abdul Hafid Achmad. Begitu pula Wakil Ketua DPRD Nunukan, Abdul Wahab Kiak. Entah bagaimana kelanjutan penyelidikannya, ternyata kasus itu tenggelam begitu saja seiring berjalannya waktu. Warga Nunukan juga seolah-olah dibimbangkan bahwa keadilan di Nunukan ternyata tak mampu ditegakkan.


Kasus alih fungsi lahan kedua, terjadi di Hutan Lindung Nunukan. Dinas Pekerjaan Umum (PU) Nunukan membangun jalan di dalam kawasan hutan lindung, tanpa adanya izin dari Menteri Kehutanan. Kasus ini pernah akan diseriusi oleh Polres Nunukan yang waktu itu Kapolresnya AKBP Sang Made Mahendra Jaya, namun ternyata tidak juga ada kelanjutannya. Kepala Dinas PU Nunukan Abdul Azis Muhammadiyah mengakui pembukaan jalan di hutan lindung Nunukan, tidak dilengkapi ijin pinjam pakai dari menteri kehutanan. Padahal, pekerjaan itu sudah selesai dilaksanakan.

Sedangkan kasus alih fungsi hutan ketiga menyangkut proyek pembuatan percetakan sawah di Desa Atap Sembakung. Waktu itu, Kepala Dinas PU Nunukan, Azis Muhammadiyah, tanggal 30 November 2005, mengeluarkan surat penunjukan pelaksanaan pekerjaan kepada PT Tuberki untuk melakukan pekerjaan pembangunan jaringan irigasi dan percetakan sawah Desa Atap, Kecamatan Sembakung. Dalam waktu yang bersamaan, Azis juga menandatangani surat perintah mulai kerja (SPMK). Sebelumnya, dalam kasus tersebut polisi telah menahan direktur PT Tuberki bernama Ayang Efendi.

Ayang ditahan karena kegiatan yang dilakukan pada Desember 2005-5 Maret 2007 itu dianggap melanggar pasal 50 ayat (3) huruf ‘e’ Jo pasal 78 ayat (2),(4),(5),(8),(13) UU RI Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. PT Tuberki melaksanakan proyek pekerjaan jaringan irigasi dan percetakan sawah di Desa Atap, Kecamatan Sembakung setelah memenangkan tender. Proyek itu didanai secara multiyears melalui APBD Nunukan tahun 2005 hingga 2010 dengan nilai kontrak Rp29,706 miliar. Adapun waktu pelaksanaan mencapai 1825 hari kalender sejak diterbitkannya SPMK.



Lahan seluas 500 hektar untuk pekerjaan tersebut, 250 hektar diantaranya termasuk dalam kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) sedangkan sisanya masuk kawasan budidaya kehutanan (KBK). Pekerjaan proyek itu sendiri dilakukan sebelum perubahan status kawasan itu mendapat persetujuan dari Menteri Kehutanan. Polisi sudah menetapkan Azis Muhammadyah sebagai tersangka kasus tersebut. Beritanya juga telah menyebar di surat-surat kabar. Anehnya, meskipun Azis telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Nunukan, namun berkas perkaranya tidak pernah masuk ke kejaksaan.

"Bagaimana mau P-21 (dinyatakan lengkap) sedangkan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) saja belum pernah kami terima," kata Suleman Hajrati, Kajari Nunukan. Sementara untuk kasus keempat adalah kasus proyek jalan Aji Kuning – Bambangan sepanjang 19,5 Kilometer. Jalan ini persis di dekan garis batas Indonesia – Malaysia di Pulau Sebatik.

Polisi juga melakukan pemeriksaan dan menetapkan tersangkanya. Puluhan saksi dimintai keterangannya, tapi kasus itu tenggelam lagi walau pers memberitakan terus menerus. (untuk kelengkapan kasus ini baca artikel lainnya). Pada suratnya Mubarok berharap Mabes Polri atau KPK turun secara langsung menindaklanjuti kegelisahan hati rakyat, karena kasus-kasus tersebut tidak pernah ditindaklanjuti. Ia juga menyarankan kalau memang kasus-kasus tersebut tidak cukup bukti, semestinya diumumkan kepada publik bahwa lantaran tak cukup bukti maka polisi melakukan penghentian penyidikan (SP3). *ch siahaan

Sumber : Harian Bongkar
Edisi : Kamis, 18 Desember 2008