Nunukan-Banyak orang beranggapan bahwa mengisap rokok berlabel light atau mild tidak sebahaya rokok kretek. Risiko kesehatan apa sebetulnya yang mengintai para pengisap rokok nonkretek tersebut?



Inilah jawaban dari Prof Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, spesialis paru yang kini menjabat sebagai Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan RI.

- Jika semula mengisap rokok biasa 10 batang per hari, lalu pindah ke jenis mild juga 10 batang per hari, kemungkinan bahaya yang mengancam kesehatan turun sekitar 30 persen. Artinya, kalau mengisap rokok biasa bagaikan jatuh dari lantai 30, sementara bila mengisap rokok mild seperti jatuh dari lantai 20. "Sama-sama remuk, `kan," kata Dr. Tjandra.

- Orang yang merokok mild umumnya merasa mengisap rokok yang aman. Karena itu, ia akan merokok lebih banyak, hingga akibat buruknya tetap sama saja, bahkan bisa lebih dari rokok biasa.

Dua alasan tersebut yang antara lain membuat FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) melarang penjualan rokok mild dan sejenisnya, yang sebetulnya telah menyesatkan masyarakat.

Sayangnya, hingga saat ini Indonesia termasuk dalam sejumlah negara yang belum menandatangani maupun meratifikasi FCTC, yakni perjanjian (traktat) internasional pertama di bidang kesehatan masyarakat dunia untuk menanggulangi masalah merokok.

Upaya menyanggah risiko merokok dengan menuding polusi asap kendaraan bermotor lebih berbahaya, acapkali dilakukan banyak orang. Menurut Dr. Tjandra, asap kendaraan bermotor dikeluarkan di jalan raya, sehingga asapnya menyebar luar di udara dan tidak semuanya masuk ke paru orang yang ada di pinggir jalan sekalipun. Sebaliknya, rokok diisap langsung dari sumber asapnya.

"Kira-kira sama dengan orang yang mengisap asap kendaraan bermotor langsung dari knalpotnya," katanya. Jelas, `kan!