Nunukan Penekindi - Posisi tawar Indonesia terhadap Malaysia masih sangat lemah dalam masalah perbatasan karena adanya kepentingan yang berbeda antara dua Negara bertetangga. Hal ini berbeda dengan masalah perbatasan antara Indonesia di Provinsi Papua dan negara Papua New Guinea yang memiliki posisi tawar lebih tinggi.

“Apapun yang ingin dibuat Indonesia di Papua, Negara Papua New Guinea pasti akan setuju, berbeda dengan di perbatasan Malaysia, posisi tawar Indonesia sangat lemah. Contoh pembangunan pos lintas batas di Simenggaris, Malaysia tidak setuju karena tidak menguntungkan Malaysia, berbeda dengan jika membangun pos lintas batas di Pulau Sebatik, Malaysia sangat setuju karena menguntungkan bagi mereka,” ujar Kepala Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal, Adri Patton.

Menurutnya, selama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan memang masih belum mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah dan potensial.

“Jangan kita mendengar masalah-masalah eksodus, kepemilikan identitas ganda, pemenuhan kebutuhan pokok, kita anggap sepele, dianggap sebagai hal yang biasa saja. Kita perlu tangani secara serius karena bagaimanapun juga, apabila masyarakatnya sudah dimanjakan oleh negara lain maka rasa nasionalis dan rasa kebangsaan akan terkikis. Ini ada ancaman disana (perbatasan). Masalah perbatasan ini adalah masalah kedaulatan negara. Suatu negara akan berdaulat, ketika negara lain mengakui bahwa negara tersebut mampu mengurus rakyatnya. Jadi, masalah perbatasan adalah masalah harga diri bangsa,” ujarnya.

Menurut Adri Patton, infrastruktur jalan dan jembatan apabila dapat dilaksanakan dengan dukungan dana yang cukup akan tuntas tahun 2013.

“Sebenarnya akar permasalahan perbatasan itu adalah pembangunan infrastruktur. Kalau pembangunan infrastruktur ini aksesnya baik, misalnya dari desa ke desa, dari desa ke kecamatan dan ke ibukota kabupaten di perbatasan lancar, maka tidak ada masalah lagi. Akses jalan, jembatan dan listrik menjadi persoalan yang sangat penting disamping infrastruktur dasar lainnya seperti air bersih, pendidikan dan kesehatan yang harus terpenuhi.