Mantan pimpinan proyek kegiatan reboisasi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kabupaten Nunukan Nazaruddin Semad, Jumat (6/2) pagi hari ini, dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sungai Jepun Nunukan.

Kepala Bidang Pengawasan dan Penyuluhan Badan Lingkungan Hidup Nunukan itu sejak akhir Desember tahun lalu telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi DAK-DR tahun 2001-2002, yang diduga merugikan negara hingga Rp1,9 miliar.

Tersangka yang tiba di kantor Kejari Nunukan, Jl Ujang Dewa, sekitar pukul 09.00 Wita didampingi penasehat hukumnya Rabshody SH. Setelah satu setengah jam menjalani pemeriksaan, iapun langsung di gelandang ke Lapas menggunakan bus tahanan Kejari Nunukan.
Nazaruddin lebih beruntung dibandingkan tersangka dugaankorupsi lainnya, yang langsung di jebloskan ke tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Ia sempat tiga kali diperiksa sebagai tersangka sampai akhirnya ia ditahan kemarin.

Kepala kejaksaan negeri Nunukan Suleman Hadjarati SH MH menjelaskan, tindakan penahanan baru bisa dilakukan agar pihaknya tidak tergesa-gesa menyusun berkas perkara. Sebab, dengan jumlah penyidik yang sangat minim, Kejari Nunukan juga tengah menangani dua kasus dugaan korupsi lainnya yang saat ini bergulir di pengadilan negeri Nunukan.

" Adminstrasinya harus kemi benahi sampai lengkap, jadi tidak terkejar-kejar dengan waktu penahanan yang akhirnya kami menjadi kerja ekstra terus. Ini kan agak santai, anggota saya juga bisa agak nyantai kerjaannya,"kata Suleman yang dihubungi melalui telepon selulernya.
Penahanan tersangka dilanjutkan penyerahan tahap dua dari penyidik ke jaksa penuntut umum.
" Tersangka, barang bukti dan berkas sudah diserahkan ke pentuntut. Penyidikan dianggap telah selesai (P-21),"katanya.

Jaksa penyidik Kejari Nunukan Satria Irawan SH menjelaskan, dalam kegiatan DAK-DR yang dilaksanakan tahun 2001 hingga 2002 di Kabupaten Nunukan yang anggarannya mencapai Rp21 miliar, diduga telah terjadi penyimpangan keuangan negara hingga Rp1,9 miliar. Proyek itu, dikerjakan kontraktor PT Dameru Putri Utama dan konsultan pengawas PT Rashmico Prima.
" Ada 500 hektar lahan di hutan lindung pulau Nunukan, seluas 300 hektar diantaranya tidak ditanami,"katanya.
Kasus itu bermula dari laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2003 silam.

"Penyidik kasus ini memang hanya fokus pada temuan BKPK itu,"katanya.
Selain Nazaruddin, penyidik Kejari Nunukan juga telah menetapkan dua tersangka lainnya yaitu kuasa direktur PT Dameru Putri Utama Teddi Wiliam dan kepala cabang PT Rashmico Prima Nunukan, Djunaidi. Namun dua nama terakhir hingga kini masih buron, keduanya belum pernah memenuhi panggilan penyidik sejak tahun 2005 silam.
“ Kami sudah memasukkan keduanya dalam daftar pencarian orang (DPO), yang ditembuskan kepada pihak Kepolisian Resort Nunukan,”katanya.

Suleman mengatakan, pihaknya tetap melakukan berbagai upaya untuk menghadirkan kedua tersangka.
" In absentia itu kan kalau dia pernah diperiksa lalu melarikan diri. Ini sama sekali tidak pernah diperiksa,"katanya.
Kaburnya dua tersangka ini, sekaligus menegaskan kebobrokan pelaksanaan kegiatan reboisasi kala itu.
" Itulah kebobrokam mereka dulu itu. Mereka sendiri tidak mengerti, pengusaha diberikan pekerjaan yang begitu besar, kok tidak tahu dimana mereka. Mungkin itulah letak-letak dari masalah ini, malapetakanya disitu sehingga terjadi masalah,"ujarnya

Sumber : http://korupsinunukan.blogspot.com Jumat, Februari 06, 2009