Dilimpahkan ke Mabes Polri dan Kejagung RI, Dipantau Polda Kaltim
-Ada Indikasi Oknum Merubah Izin untuk Menyelamatkan Diri
-Bupati Nunukan Keluarkan Izin bagi 23 Perusahaan di Kawasan Budidaya
Kehutanan

NUNUKAN-- Jajaran kepolisian mulai menindaklanjuti laporan alihfungsi lahandi Nunukan termasuk mark up anggaran pembangunan jalan alternatif Lumbis-Sembakung yang dilaporkan aktivis LSM Lingkungan Hidup dan HAM Jamhari Ismail. Jamhari kepada Koran Kaltim Minggu (7/9) kemarin mengatakan, kasus itu sebenarnya sudah dilaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. "Tapi kasus itu dilimpahkan ke Mabes Polri dan Kejagung RI," katanya.

Belakangan, kata Jamhari, dari Mabes Polri keluar instruksi kasus itu diteruskan ke Polres Nunukan. "Tapi itu sudah mulai ditindaklanjuti. Dua hari lalu, sejumlah polisi sudah menemui saya untuk meminta data-data tambahan terkait apa yang saya laporkan," jelasnya. Ia optimis, pengaduannya itu akan mendapatkan perhatian serius dari pihak kepolisian. "Karena saya diberitahu kalau kasus ini akan terus dipantau Mabes Polri dan Polda Kaltim, sampai tuntas," katanya.

Bahkan, Jamhari juga mendapatkan kepastian jika Mabes Polri memastikan akan menindak oknum polisi yang diduga terlibat dalam kasus itu. "Kasus itu sudah lama saya laporkan ke Polres Nunukan, tapi sampai saat ini tidak pernah ditindaklanjuti sampai Kapolres-nya berganti. Makanya patut diduga ada keterlibatan oknum polisi yang sengaja menutup-nutupi kasus itu. Itu juga sudah saya beberkan semuanya kepada pejabat Mabes Polri yang menemui saya,"
katanya.

Sementara dari Jakarta, Koordinator Umum Indonesian Guard (IG) For forest and Mountain A Rahmat Kusuma mengatakan, KPK dan Kejagung RI telah memasukkan dalam daftar tunggu (waiting list) soal kasus alihfungsi lahan di Nunukan yang pernah dilaporkan 2 mahasiswa itu.
"Kami sudah cek ke KPK dan Kejagung RI, kasus itu sudah masuk waiting list.

Tinggal menunggu pembentukan tim untuk kasus tersebut," kata Rahmat seraya mengaku ada upaya mengelabui penegak hukum yang dilakukan pihak-pihak tertentu di Nunukan. Modusnya, dengan mencoba merubah surat menyurat terkait administrasi alihfungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan untuk pembangunan.

"Tapi asal tahu saja, walaupun dia (oknum, Red.) itu merubah menjadi apapun dan dengan bagaimanapun, Kejagung RI dan KPK sudah memegang berkas-berkas pelanggaran tersebut seperti yang kami laporkan," katanya. Rahmat mengatakan, diduga telah terjadi pelanggaran dalam alihfungsi lahan di Nunukan baik untuk perkebunan maupun untuk pembangunan jalan termasuk illegal logging. "Kan sudah jelas, Menteri Kehutanan (Menhut) RI pernah mengatakan kepada aparat, tolong usut oknum di pemerintah daerah yang mengalihfungsikan lahan tanpa izin," katanya.

Dikatakannya, tidak mungkin menanam kelapa sawit di tengah hutan, di lahan yang masih termasuk kawasan budidaya kehutanan (KBK) seperti yang terjadi di Nunukan. IG memprediksikan kasus alihfungsi lahan yang terjadi di Riau, Pekanbaru besarnya hanya sekitar 10 persen dari yang terjadi di Nunukan.

"Dan ini bukan hanya alihfungsi lahan hutan untuk perkebunan dan jalan saja. Tapi ada kegiatan illegal loggingnya. Hutan dibabat untuk kepala sawit, tapi batangannya di mana? Mana kayunya?" tanya dia.
Dari data IG jelasnya, sedikitnya ada 23 perusahaan yang telah mendapatkan izin pemanfaatan kayu (IPK). "Apakah layak KBK ditanami sawit? Tapi Bupati Nunukan telah mengeluarkan IPK untuk 23 perusahaan,"katanya.

Rahmat pun menegaskan, pengalihfungsian lahan hutan untuk perkebunan tidak bisa dilakukan di kawasan hutan lindung. "Jadi itu tidak boleh. Karena dalam aturan itu sudah jelas, mana yang bisa ditanami untuk perkebunan dan mana yang tidak boleh," katanya.

IG juga menyoroti sejumlah pemberian izin perkebunan yang tumpang tindih. Misalnya saja, bupati mengeluarkan izin perkebunan kelapa sawit di hutan kepada PT Tunas Mandiri Lumbis. Namun pada lahan yang sama, bupati juga merekomendasikan petani menanam di lahan yang sama dengan bantuan dana bergulir. Selain itu, ada pula lahan perkebunan yang dikeluarkan di lahan PT Adindo Hutani Lestari. "Inilah sumber konflik. Apa tidak berantem itu orang
(masyarakat dan perusahaan, Red.)," katanya. (noe)

Sumber : korankaltim Senin, 08 September 2008