Nunukan Debaya - Pulau Sebatik merupakan salah satu dari 92 pulau terdepan Indonesia di sebelah timur laut Kalimantan. Letak geografisnya paling unik dan terumit dari sisi potensi konflik batas dengan negara lain. Pada bagian utara adalah Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia, sedangkan di selatan wilayah Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Di sebelah barat Pulau Sebatik terdapat Pulau Nunukan, sebagai ibu kota Kabupaten Nunukan, sedangkan di seberang utara terdapat Kota Tawau, yang sudah berada di Negara Bagian Sabah. Luas Pulau Sebatik wilayah Indonesia, ada 414,16 km2 dan jumlah penduduk 13.776 jiwa.

Paling unik, karena satu titik patok tapal batas negara di Pulau Sebatik, membelah Desa Aji Kuning menjadi milik Indonesia dan Malaysia. Ini merupakan bagian dari 18 patok batas di Pulau Sebatik, dan bagian tak terpisahkan dari 19.328 patok darat Indonesia-Malaysia di Kalimantan. Akselerasi masyarakat antarkedua negara cukup baik. Sebagian besar kebutuhan akan sembilan bahan pokok warga Indonesia yang berpofesi sebagai petani dan nelayan, sepenuhnya dipasok dari Tawau. Banyak sekali rumah warga kedua negara posisinya berada persis di atas patok batas.

Tidak Akurat
Paling rumit, karena perkembangan ilmu dan teknologi, pada tahun 1982-1983 Tim General Boder Committee (GBC) Indonesia-Malaysia, menemukan ketidakakuratan titik koordinat pada pemasangan patok batas di Desa Aji Kuning. Deviasinya 4 derajat pada patok yang ditanam, sehingga wilayah Indonesia di Pulau Sebatik dicaplok Malaysia seluas 103 hektare. Tanggal 26 September 1996, terjadi insiden penembakan oleh polisi hutan Malaysia terhadap anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang tengah melakukan patroli di Pulau Sebatik. Malaysia sempat mengancam akan membangun pagar memanjang di sepanjang perbatasan Pulau Sebatik, ketika muncul saling klaim terhadap kepemilikan Blok Ambalat di Perairan Laut Sulawesi tahun 2005 dan 2008. ”Ketidakakuratan pemasangan patok batas pada titik koordinat yang sesungguhnya di Desa Aji Kuning merupakan bagian dari 10 masalah patok tapal batas darat Indonesia-Malaysia yang belum disepakati di Kalimantan. Negosiasi jalan terus,” ujar Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI Tono Suratman.

Indonesia-Malaysia memang telah menetapkan bersama kedua patok di pantai barat dan pantai timur. Namun, pilar yang terletak di pantai barat Pulau Sebatik tidak ditemukan lagi sehingga tidak dapat dilakukan rekonstruksi beberapa posisi sebenarnya. Malaysia telah menunjukkan dokumen yang tidak asli yang memuat hasil-hasil ukuran patok-patok antara kedua pilar tersebut, yang katanya dibuat oleh Belanda-Inggris, namun patok-patok dimaksud cenderung menyimpang ke selatan. Gubernur Kaltim Awang Faruk mengatakan, secara bertahap pemerintah daerah dan departemen terkait di Jakarta terus menjabarkan program pembangunan berkelanjutan di wilayah pulau terdepan ini . Pulau Sebatik bagian dari empat pulau terdepan di Provinsi Kaltim. Dia mengatakan, permasalahan patok batas merupakan salah satu permasalahan serius yang mesti segera diselesaikan dengan Federasi Malaysia. Di samping persoalan di Pulau Sebatik, patok batas yang belum di-sepakati di Provinsi Kaltim adalah di Sungai Sinapad dan Sungai Simantipal. Dari 10 permasalahan patok batas yang belum disepakati, di garis batas Kalbar-Sarawak, terdapat lima problem, yakni segmen Tanjung Datu, Gunung Raya, Batu Aum, Sungai Buan, dan segmen D.400. Kaltim-Sabah, di Pulau Sebatik, Sungai Sinapad, Sungai Semantipal, Pulau Sebatik, segmen Daerah Prioritas 2700, dan segmen Daerah Prioritas C.500. Di Sungai Sinapad yang sering disebut masalah, Sungai Sedalir merupakan masalah yang diangkat oleh Federasi Malaysia atas pengertian hasil-hasil ukuran bersama (Belanda-Inggris) yang dituangkan dalam persetujuan 1915. Menurut Malaysia, karena Sungai Sinapad adalah sounthem tributary daripada Sungai Sedalir yang bermuara di atas 4 derajat 20 menit (hanya 34 menit saja), maka watershed yang tergambar pada peta lampiran persetujuan 1915 ditolak kebenarannya, dan menginginkan watershed yang berada di sebelah timur Sungai Sinapad, sehingga mengambil alih wilayah Indonesia 4.800 hektare.

Padahal, dari meridian 117 derajat sampai Sungai Sedalir, menurut lampiran persetujuan 1915 terhadap sekitar sungai yang berasal dari sebelah atas (utara) lintang 4 derajat 20 menit. Malaysia mengabaikan pengertian small portions, bahwa watershed adalah primo loco daripada lintang 4 derajat 20 menit dan persetujuan adalah mengikat (obligator). Masalah Sungai Simantipal, karena Malaysia telah menemukan kasus di mana Sungai Sinapad ternyata bermuara di utara lintang 4 derajat 20 menit. Malaysia berusaha mencari di tempat lain, apakah ada kasus serupa. Akhirnya Malaysia menduga bahwa Sungai Simantipal pun yang sudah diatur di dalam persetujuan 1915, bermuara di sebelah utara lintang 4 derajat 30 menit. Apabila memang benar dugaan Malaysia, bahwa Sungai Simantipal bermuara di Sungai Sedalir di utara lintang 4 derajat 20 menit, maka di sini belum diketahui ke mana pihak Malaysia akan memilih watershed yang cocok. Ini karena di kawasan tersebut tidak ada watershed lain, kecuali yang telah disepakati Belanda-Inggris, seperti tercantum dalam persetujuan maupun peta lampirannya