Pembangunan jalan di kawasan hutan lindung Nunukan merupakan pelanggaran kewenangan yang terkesan disengaja oleh pemerintah. DPRD tidak boleh berdiam diri dan logisnya membentuk Pansus (Panitia Khusus) untuk menyelidiki masalah tersebut.

PANDANGAN itu disampaikan Suparjono dari Otonomi Center. “Sebagai badan legislasi, sudah sepantasnya DPRD turun tangan terhadap temuan proyek di kawasan HL itu,” ujar Jhon, panggilan akrabnya.

Hasil Pansus DPRD merupakan rekomendasi bagi aparat hukum untuk menindaklanjuti secara hukum. Sedangkan secara politis, DPRD juga bisa meneruskan ke hak angket yang memaksa eksekutif mempertanggungjawabkan penyalahgunaan kewenangan.

“Kasus pembangunan jalan di hutan lindung adalah kasus alihfungsi hutan yang cukup serius. Tidak baik kalau didiamkan,” ujarnya.

Kalangan DPRD sendiri mencak-mencak dengan adanya proyek jalan yang menembus hutan lindung. Victor Ola Tokan, anggota DPRD Nunukan, menengarai kasus tersebut sudah memenuhi unsur menyalahi kewenangan dan ada pula unsur kerugian negara pada dibukanya kawasan tersebut. Untuk itu ia meminta agar kasus tersebut diusut.

Victor mengatakan, proyek itu tanpa persetujuan rapat anggota DPRD dan tidak ada dalam klausul penetapan anggaran. Memang ada tertulis pembangunan infrastruktur, tapi tak mencantumkan proyek jalan di kawasan HL.

Menurut Victor, kasus itu merupakan pemborosan anggaran, apalagi tidak jelas untuk kepentingan siapa serta patut dicurigai melanggar ketentuan dan prosedural undang-undang.

Sekedar catatan, jalan di hutan lindung itu menelan duit rakyat sekitar Rp46 miliar. Yang mengerjakan proyek jalan itu hampir dipastikan seluruhnya adalah kerabat dekat penguasa Nunukan. Tercatat sejumlah nama perusahaaan yang terlibat dalam proyek tersebut diantaranya adalah CV Green Borneo, CV Japindo, PT Mak dan PT Orba.

Sedangkan Wakil ketua DPRD Nunukan Abdul Wahab Kiak menyarankan kepada Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk tidak menutup-nutupi kesalahan saat melakukan alihfungsi lahan untuk pembangunan jalan. Apalagi kasus itu sudah terbongkar lewat temuan Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan (Irjend Dephut) RI yang hasil auditnya telah dikeluarkan pada 8 Agustus lalu lalu.

“Ini ‘kan ibarat masalah anak dan bapak. Anak telah mendahului segala peraturan, ‘nah kalau itu memang salah lebih baik minta ampun,” kata Wahab.

Bupati Nunukan memang telah mengirim surat kepada Menhut dengan alasan pinjam pakai atas kawasan KBK, Hutan Lindung dan TNKM (Taman Nasional Kayan Mentarang). Surat permohonan pinjam pakai baru dilayangkan setelah lahannya digarap.

Areal yang minta dibebaskan itu yakni pembangunan jalan Imam Bonjol-Kampung Tator, Panamas-Makodim, dan Jalan Kuburan Tator-Sungai Fatimah di kecamatan Nunukan. Semuanya berada di kawasan hutan lindung Pulau Nunukan.

Sebelumnya pihak kepolisian juga berjanji untuk melakukan penyelidikan kasus pembangunan jalan menggunakan APBD tahun 2006 tersebut. Hanya saja sampai berganti Kapolres AKBP Sang Made Mahendra Jaya, kasusnya tidak nongol juga. *adv

Sumber : Majalah Bongkar online Rabu, 17 September 2008 12:31