NUNUKANKalangan masyarakat adat Dayak Agabag menuduh PT Adindo Hutani Lestari terlibat pembalakan ilegal di Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Masyarakat menilai sekitar 5.000 batang kayu gelondongan di lapangan penumpukan Sungai Sebakis berasal dari pembabatan kawasan hutan adat Gunung Batumayau.

Akibatnya, masyarakat menuntut Adindo membayar denda adat Rp 1 miliar dan kompensasi Rp 25.000 per meter kubik kayu tebangan dari Gunung Batumayau. Tuntutan itu disampaikan lewat Lembaga Adat Besar Dayak Agabag Sungai Tulit dan Sungai Tikung (Kecamatan Sebuku) yang menyita kunci mobil gardan ganda milik Adindo sebagai jaminan.

"Kami perkirakan 200 hektar kawasan Gunung Batumayau telah rusak," kata Kepala Desa Sekikilan (Kecamatan Sebuku) Karnain Kornelius saat dihubungi dari Kota Samarinda, Jumat (16/10). Dia juga menjabat Sekretaris Adat Besar Dayak Agabag Sungai Tulit.

Karnain mengutarakan, Gunung Batumayau sejak lama menopang kehidupan komunitas Agabag. Selain berladang, masyarakat memanfaatkan sarang burung walet, rotan, dan nilam dari Gunung Batumayau untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pembabatan hutan adat itu merusak ekosistem dan mengancam perekonomian tradisional masyarakat.

Social Security Licensing Manager PT Adindo Hutani Lestari Tony Simanjuntak menyatakan, 5.000 batang kayu gelondongan adalah hasil pembalakan dalam areal perusahaan. "Tuduhan masyarakat tidak mendasar sebab kami bekerja sesuai izin Menteri Kehutanan sejak 1996," katanya saat dihubungi terpisah.

Tony mengatakan, Gunung Batumayau termasuk dalam kawasan konsensi pengelolaan perusahaan di Kabupaten Bulungan, Tana Tidung, dan Nunukan. Gunung Batumayau hendak dijadikan hutan tanaman industri jenis akasia.

Tony mengatakan, perusahaan bersedia membicarakan masalah tuntutan masyarakat. Tuntutan bisa saja dipenuhi, tetapi lewat program-program pemberdayaan seperti yang dilakukan di sejumlah desa di sekitar kawasan konsesi perusahaan.