NUNUKAN - Ketua LSM Yayasan Bersatu Mandiri, Syafaruddin Thalib menilai, usulan hak angket Kasus Pengadaan Tanah Nunukan yang digagas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPRD Nunukan, Muhammad Saleh justru akan menguntungkan Bupati Nunukan yang notabenenya merupakan Ketua Panitia Pengadaan Tanah tersebut.

Melalui penyelidikan yang dilakukan panitia angket, akan jelas seluruhnya mengenai kebijakan pengadaan tanah seluas 62 hektare yang menggunakan APBD Nunukan tahun 2004. "Saya berharap anggota DPRD Nunukan lainnya juga bisa menyikapi dengan arif inisiatif angket kasus tanah ini. Jujur kalau ini disetujui sebenarnya membantu Bupati Nunukan. Beliau akan diuntungkan," ujarnya.

Syafaruddin menilai, langkah panitia angket justru akan membuat status Bupati Nunukan dalam kasus itu menjadi semakin jelas. "Jadi tidak mengambang lagi. Kasihan juga beliau jika kasusnya gantung seperti ini. Kan belum tentu beliau terlibat, walaupun pada saat itu jabatannyaa Ketua Tim 9," ujarnya.

Di sisi lain, Syafaruddin juga berharap kasus pengadaan tanah ini menjadi perhatian serius Kejari Nunukan. Apalagi dalam kasus yang sama, pengadilan telah menghukum bersalah tiga terdakwa masing-masing mantan Kepala BPN Nunukan, Darmin Djemadil, mantan Sekcam Nunukan Selatan Arifuddin dan mantan Bendahara Pembayaran Pemkab Nunukan, Simon Sili.

"Kejari Nunukan juga harus serius menangani kasus ini. Memang untuk memeriksa Bupati Nunukan, perlu izin Presiden. Pertanyaannya, kok sudah dua tahun lebih izin Presiden tidak keluar-keluar? Apa karena izin itu belum pernah dimohonkan?" tanya dia.

Ketua Komite Persiapan Serikat Mahasiswa Nunukan (KP-SMN) Surabaya, Saddam Husin mengatakan, dengan menguak kasus pengadaan tanah melalui panitia angket, tentu kepastian hukum juga diperoleh Bupati Nunukan. Jika kasus ini tak tuntas, tentu persoalan ini akan mencoreng citra penegak hukum karena dianggap tebang pilih dalam menangani kasus korupsi.

Kemudian masalah lainnya, stigma penguasa korup akan terus melekat terhadap seluruh anggota Panitia Pengadaan Tanah yang belum tersentuh hukum. "Kenapa stigma itu terus melekat? Karena sampai saat ini belum ada kejelasan status hukum terhadap anggota panitia yang lainnya. Masyarakat akan berpikir, mereka sebenarnya ikut korupsi namun karena masih memiliki kekuasaan akhirnya mereka tidak tersentuh hukum." ujarnya.

Jika memang pihak lainnya yang terkait dalam kasus pengadaan tanah itu tidak bersalah, tentu harus ada keputusan hukum terhadap mereka. "Makanya hak angket yang diajukan politisi PAN ini perlu didukung untuk mengungkap fakta di samping penanganan hukum di Kejari Nunukan yang bisa dikatakan sedang mandeg," ujar mahasiswa satu perguruan tinggi swasta di Surabaya ini.

Sadam khawatir, jika kasus ini dibiarkan terus-menerus mengambang maka masalah ini bisa dijadikan kampanye negartif bagi lawan-lawan politik Bupati Nunukan.

Wacana angket kasus tanah mengemuka dipicu rencana pemecatan terhadap lima PNS yang terlibat korupsi. Dua di antaranya yakni Simon Sili dan Arifuddin merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan tanah. Dewan kecewa, karena PNS yang menjadi tumbal dalam kasus tersebut justru harus dipecat. Sementara petinggi yang juga menjadi bagian dari Tim Pengadaan Tanah saat itu masih belum tersentuh hukum.

Hak angket dewan dilakukan untuk menyelidiki kebijakan Bupati yang penting dan strategis, yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Saleh menilai kebijakan Bupati Nunukan yang juga Ketua Tim 9 Pengadaan Tanah, sangat berdampak luas terhadap masyarakat.

"Karena jelas disana ada pelanggaran hukum. Kemudian yang digunakan ini APBD sebesar Rp 7 miliar. Kalau dana itu digunakan untuk pendidikan, sudah berapa sekolah yang dibangun? Pengadaan tanah itu memang bagus, namun jangan melanggar hukum,"kata Muhammad Saleh selaku inisiator kasus tersebut.

Sumber Koran Kaltim