Rombongan Muspida Nunukan, Rabu (21/7/2010) foto bersama di depan plang yang dipasang Pemkab KTT.

Nunukan -
Sekretaris Kabupaten Nunukan Zainuddin HZ menegaskan, dirinya tidak pernah bermaksud memprovokasi ataupun memanas-manasi Pemkab Tana Tidung (KTT).

Hal tersebut terkait dengan tindakannya mencabut plang milik Pemkab KTT yang terpasang di Desa Tagul dan Desa Lubakan, Kecamatan Sembakung, Rabu (21/7/2010) siang tadi. "Saya hanya mengembalikan hak saya dan hak masyarakat. Justru mereka duluan memprovokasi dengan memasang plang. Kita tidak pernah mengklaim, justru Bulungan dan KTT yang mengklaim wilayah itu," katanya.

Menurut Sekkab Nunukan, dengan memasang plang sama saja Pemkab KTT telah melakukan intimidasi terhadap warga yang selama puluhan tahun menjadi bagian warga Kecamatan Sembakung. "Mereka mengintimidasi, membuat keresahan. Saya menganggap, kalau di sini terjadi kerusuhan anggap saja mereka perusuh. Apalagi kalau sampai ada yang terlukai. Kalau mau mengklaim, jangan ke masyarakat. Kita persilakan Pemkab KTT untuk gelar dokumen. Pasang plang cara yang tidak fair. Ada pejabat KTT yang bilang karena harga diri, memangnya kita tidak punya harga diri?" katanya.

Zainuddin meyakinkan, Pemkab Nunukan memiliki sejumlah dokumen yang secara yuridis menegaskan jika wilayah yang diklaim Pemkab KTT, masuk Kecamatan Sembakung.

Misalnya saja peta tahun 1976 yang diakui Pemkab Bulungan jika wilayah Linuang Kayam masuk Kecamatan Sembakung, bukan Kecamatan Sesayap, KTT. "Dari dulu mereka membayar pajak di wilayah Kecamatan Sembakung. Karena warga di sini taat hukum," ujarnya.

Memanasnya persoalan sengketa tapal batas antara kedua pemerintah daerah berawal dari tindakan Pemkab KTT yang menghentikan operasional tiga perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Linuang Kayam. Ketiga perusahaan yakni PT Mandiri Inti Perkasa, PT Madani dan PT Intibuana Indah Selaras, sebelumnya mengurus dokumen perizinan melalui Pemkab Nunukan.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi KTT, Armin Mustafa mengatakan, penghentian operasional perusahaan tersebut karena kawasan dimaksud masih status quo. Kepemilikannya belum jelas karena dalam sengketa antara Pemkab Nunukan dan Pemkab KTT. Secara yuridis klaim Pemkab KTT atas wilayah sepanjang Sungai Linuang Kayam didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34/2007 tentang Pembentukan KTT. Dalam undang-undang tersebut secara geografis Linuang Kayam termasuk bagian dari wilayah KTT. Sementara Pemkab Nunukan bersikukuh, Undang-Undang 47/1999 yang menjadi legal formal wilayah Kabupaten Nunukan hingga kini masih berlaku.(*)