Nunukan - Ketenaran beras dari Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan sudah tidak bisa dipungkiri. Beras organik yang ditanam warga Krayan ini konon sangat digemari Sultan Brunai Darussalam.

Namun sayang, ketenaran hasil pertanian warga Krayan ini belum diikuti meningkatnya taraf hidup masyarakat, karena masih sulitnya akses menuju ke Krayan selaku sentra beras jenis adan ini. Sehingga pada saat panen mereka kesulitan untuk menjual hasil panen mereka ke ibukota kabupaten.

Untuk menjangkau kawasan tersebut, hanya dapat menggunakan angkutan udara. Sehingga selama ini para petanian terpaksa menjual hasil pertaniannya ke Malaysia dengan harga di bawah standar. Kesulitan akses jalan pula yang membuat warga Krayan Selatan hanya bisa menanam beras Adan ini sekali dalam satu tahun.

"Karena akses untuk mensuplai hasil pertanian keluar tidak ada, membuat mereka menanam hanya satu kali dalam setahun. Karena kalau mereka menanam dua kali satu tahun, itu akan mubazir. Satu kali tanam saja, mereka bisa surplus, yang menutupi pendapatan perkapita Kabupaten Nunukan," kata anggota Komisi II DPRD Nunukan, Lukman.

Jika tujuh kecamatan di Kabupaten Nunukan ini defisit, sebenarnya dua Kecamatan di perbatasan inilah yang bisa menutupi kebutuhan beras, karena di sana surplus. Warga Krayan bisa memproduksi hingga 40 ribu ton dalam sekali panen.

Kurangnya perhatian dari pemerintah daerah, provinsi maupun pemerintah pusat terhadap kebutuhan akses jalan di Krayan Selatan menjadi permasalahan tahunan. "Seharusnya pemerintah daerah, provinsi maupun pusat bekerjasama. Ini menyangkut perbatasan, menyangkut halaman depan dengan negara tetangga," ujar anggota Komisi I DPRD Nunukan, Marli Kamis.

Selain di Krayan, beberapa wilayah di Malaysia yang berbatasan dengan Krayan ternyata juga membudidayakan beras Adan ini.

Marli Kamis yang juga Ketua Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo untuk wilayah Indonesia Kecamatan Krayan Selatan tidak menampik adanya warga Malaysia yang juga mengembangkan beras Adan, mengingat kedekatan wilayah serta masih adanya keterikatan persaudaraan antara warga Dayak Lundayeh yang tinggal di Malaysia dengan warga Dayak Lundayeh di Krayan.

Pada bagian lainnya, Marli tak membantah ketergantungan warga Krayan terhadap Malaysia. "Yang menghidupi masyarakat perbatasan ini 90 persen itu saya katakan dari Malaysia. Jadi kalau nanti ada klaim hak paten beras adan oleh Malaysia, itu layak. Alasannya pemerintah tidak serius membantu masyarakat dalam hal ini. Apa bedanya dengan Ambalat? Sudah diambil orang baru kita bergerak," ujarnya.