Rombongan Komisi III DPR RI di Sebatik sebelum bertolak ke Tawau Malaysia.

Nunukan - Lambatnya penanganan kasus korupsi pengadaan tanah di Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan menjadi perhatian khusus Komisi III Bidang Hukum Perundang-Undangan dan HAM DPR RI.

Pasalnya di saat tiga pelaku lainnya telah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman di penjara, Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad dan Bupati Bulungan Budiman Arifin justru sama sekali belum pernah menjalani pemeriksaan.

Anggota Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa mengatakan, pihaknya telah memasukkan persoalan ini dalam agenda Komisi III DPR RI pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kapolri dan Jaksa Agung pada Rabu (25/8/2010) mendatang di Jakarta

Salah satu yang kita pertanyakan nanti adalah mengapa izin Presiden untuk pemeriksaan kedua Bupati itu belum turun? Apakah izin itu memang telah disampaikan kepada Presiden?” katanya, Jumat (6/8/2010) di Sungai Nyamuk, Sebatik, sesaat sebelum bertolak ke Tawau, Sabah, Malaysia.

Sebelumnya persoalan ini sudah ditanyakan Komisi III DPR RI pada saat diadakan pertemuan dengan jajaran Kejaksaan Tinggi Kaltim.

“Ini sempat saya tanyakan kepada Kajati Kaltim. Kalau bicara dengan bukti, menurut Kajari di sini mandegnya karena Izin Presiden untuk memeriksa keduanya belum keluar. Tetapi ini masih dijawab dengan kondisi hari ini bahwa aparat penegak hukum meski harus dibenahi. Apalagi Kajari Nunukan ternyata termasuk yang tidak punya prestasi, karena masuk enam Kejari di Kaltim dengan penilian terburuk,” kata legislator dari Partai Gerindra ini.

Dalam pertemuan itu, Kajati Kaltim Dachamer Munthe berjanji akan menjadikan persoalan hukum dua Bupati ini sebagai kasus yang akan diseriusi penyidikannya.

Sebelumnya Kajari Nunukan Azwar menegaskan, pihaknya sudah melayangkan permohonan izin pemeriksaan kedua Bupati terkait kasus korupsi pengadaan tanah.

“Kami melalui Kejagung pernah melayangkan ke Presiden permohonan untuk memeriksa dua Bupati ini. Malah permohonan itu ditandatangani langsung Jaksa Agung pada tahun 2008 lalu. Permohonan izin antara Bupati Nunukan dan Bupati Bulungan disampaikan satu surat. Kodenya rahasia. Ada kok arsipnya, saya sudah lihat,” ujarnya.

Kedua Bupati ini diduga terlibat korupsi pengadaan tanah di Jalan Ujung Dewa Sedadap, Kelurahan Nunukan Selatan, Kabupaten Nunukan yang merugikan negara senilai Rp 7 miliar. Kasus tersebut terjadi sejak Agustus 2004, yang berawal dan pengadaan tanah seluas 62 hektare untuk pembangunan di lingkungan Pemkab Nunukan.

Saat itu terjadi dugaan korupsi di Nunukan, Abdul Hafid Ahmad menjabat Ketua Tim 9 Pengadaan Tanah dan Budiman Arifin menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan yang menjadi pengguna anggaran kegiatan itu.

Dalam kasus itu pengadilan dalam kasasinya telah menghukum Mantan Kepala BPN Nunukan Darmin Djemadil, penjara 2 tahun 6 bulan dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. Selanjutnya mantan Sekcam Nunukan Selatan Arifuddin dihukum 2 tahun penjara dengan denda 50 juta subsider kurangan 1 bulan kurungan. Selain itu pengadilan juga menghukum mantan Bendahara Pembayaran Setkab Nunukan Simon Silli 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. (*)