Nunukan - Selain meragukan netralitas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) selaku penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Nunukan, aktivis LSM Nunukan Agus Mahesa juga sangsi jika para petugas ini mampu bekerja dengan baik tanpa tergoda suap.

Hal itu didasarkan pada jumlah honor yang kecil bagi petugas penyelenggara Pemilukada yang dikhawatirkan membuat netralitas mereka goyah, jika dijanjikan sejumlah materi oleh calon tertentu.

"Informasinya honor yang mereka terima cuma Rp500 ribu perbulan. Kalau saya menganalisanya ada unsur kesengajaan untuk membuat upah mereka menjadi rendah," katanya.

Dengan upah yang rendah, calon tertentu bisa melakukan tindakan curang dengan menyogok para penyelenggara Pemilukada ini. Tujuannya sudah tentu agar mereka melakukan kecurangan dengan memanipulasi suara calon.

"Saya pikir petugas PPS dan PPK ini sangat rawan sogok. Dengan upah yang besarnya hanya Rp500 ribu, apakah mungkin mereka masih bisa menolak kalau ada calon yang menawari Rp100 juta setiap orang? Nah ini harusnya diantisipasi juga," katanya. (*)