Nunukan Penekindi - Sejumlah warga di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kaltim menolak keberadaan Taman Nasional Krayan Mentarang (TNKM) di daerah itu, karena usulan alih fungsi di kawasan itu tidak diakomodasi tim teknis tata ruang setempat.
"5 Desember lalu ada tim teknis dari Departemen Kehutanan datang ke Kantor Bupati Nunukan untuk menggelar sosialisasi perubahan rencana tata ruang Nunukan, tapi akhirnya batal karena kami bersama ratusan warga lain menolak sosialisasi itu," kata Kepala Adat Krayan Hilir, Nunukan, Lalung Balang, Kamis.
Dikatakannya, ratusan warga Krayan menolak sosialisasi tersebut, karena usulan alih fungsi kawasan TNKM yang mereka harapkan tidak diakomodasi tim teknis dan tim terpadu tata ruang Provinsi Kaltim. Sebagian warga di antaranya memilih pulang sementara sisanya menyampaikan "uneg-uneg" dalam forum itu.
Ia meminta pemerintah pusat agar bisa membayangkan kesulitan yang dihadapi warga setempat. Pasalnya akibat adanya status taman nasional atau hutan lindung yang ada di daerah itu sehingga berbagai pembangunan yang akan dilakukan daerah tersendat akibat harus menggunakan lahan TNKM.
"Kami di Kecamatan Krayan saja sangat sulit untuk hidup, karena minimnya infrastruktur jalan, sementara pembangunan jalan juga terkendala karena harus melalui hutan lindung. Kami harap pusat bisa merasakan bagaimana susahnya kehidupan kami di perbatasan," katanya.
Berdasarkan hal itu, lanjutnya, maka wajar saja jika masyarakat Krayan dan Nunukan pada umumnya kemudian menolak keberadaan taman nasional. Ini karena warga setempat tidak merasakan manfaat dari adanya taman nasional tersebut.
Dia mengatakan, beberapa tahun sebelumnya warga juga mengusulkan kepada pusat melalui pemerintah daerah agar sebagian lahan di taman nasional itu di-"enclave" atau menjadi lahan milik ketiga (bukan kawasan hutan).
Dari usulan "enclave" TNKM seluas 90 ribu hektar, tim teknis dan tim terpadu hanya mengakomodasi seluas 30 ribu hektar. Itu pun hanya untuk kebutuhan jalan. Usulan warga yang diakomodasi tim tidak sampai 50 persen, sehingga warga menolak status TNKM. "Kami cuma punya satu keinginan, cabut SK Menteri Kehutanan Nomor 631/KPTS-II/1996 tentang penunjukan Kawasan TNKM," kata Julius Riung, warga setempat.
Julius Riung menambahkan, dari tahun 2006 ia bersama-sama warga lainnya sudah minta agar SK penunjukan untuk TNKM dicabut, namun permintaan itu hingga kini tidak pernah didengar. "Apa manfaat TNKM buat masyarakat," katanya.
Menurutnya, selama puluhan tahun masyarakat diterlantarkan pemerintah. Selama ini warga justru lebih banyak mendapatkan perhatian dari para misionaris Amerika yang bertugas di pedalaman.
"Kalau seperti ini terus, apa kami perlu ikut orang asing yang sudah memberikan perhatian pada kami," katanya.
"5 Desember lalu ada tim teknis dari Departemen Kehutanan datang ke Kantor Bupati Nunukan untuk menggelar sosialisasi perubahan rencana tata ruang Nunukan, tapi akhirnya batal karena kami bersama ratusan warga lain menolak sosialisasi itu," kata Kepala Adat Krayan Hilir, Nunukan, Lalung Balang, Kamis.
Dikatakannya, ratusan warga Krayan menolak sosialisasi tersebut, karena usulan alih fungsi kawasan TNKM yang mereka harapkan tidak diakomodasi tim teknis dan tim terpadu tata ruang Provinsi Kaltim. Sebagian warga di antaranya memilih pulang sementara sisanya menyampaikan "uneg-uneg" dalam forum itu.
Ia meminta pemerintah pusat agar bisa membayangkan kesulitan yang dihadapi warga setempat. Pasalnya akibat adanya status taman nasional atau hutan lindung yang ada di daerah itu sehingga berbagai pembangunan yang akan dilakukan daerah tersendat akibat harus menggunakan lahan TNKM.
"Kami di Kecamatan Krayan saja sangat sulit untuk hidup, karena minimnya infrastruktur jalan, sementara pembangunan jalan juga terkendala karena harus melalui hutan lindung. Kami harap pusat bisa merasakan bagaimana susahnya kehidupan kami di perbatasan," katanya.
Berdasarkan hal itu, lanjutnya, maka wajar saja jika masyarakat Krayan dan Nunukan pada umumnya kemudian menolak keberadaan taman nasional. Ini karena warga setempat tidak merasakan manfaat dari adanya taman nasional tersebut.
Dia mengatakan, beberapa tahun sebelumnya warga juga mengusulkan kepada pusat melalui pemerintah daerah agar sebagian lahan di taman nasional itu di-"enclave" atau menjadi lahan milik ketiga (bukan kawasan hutan).
Dari usulan "enclave" TNKM seluas 90 ribu hektar, tim teknis dan tim terpadu hanya mengakomodasi seluas 30 ribu hektar. Itu pun hanya untuk kebutuhan jalan. Usulan warga yang diakomodasi tim tidak sampai 50 persen, sehingga warga menolak status TNKM. "Kami cuma punya satu keinginan, cabut SK Menteri Kehutanan Nomor 631/KPTS-II/1996 tentang penunjukan Kawasan TNKM," kata Julius Riung, warga setempat.
Julius Riung menambahkan, dari tahun 2006 ia bersama-sama warga lainnya sudah minta agar SK penunjukan untuk TNKM dicabut, namun permintaan itu hingga kini tidak pernah didengar. "Apa manfaat TNKM buat masyarakat," katanya.
Menurutnya, selama puluhan tahun masyarakat diterlantarkan pemerintah. Selama ini warga justru lebih banyak mendapatkan perhatian dari para misionaris Amerika yang bertugas di pedalaman.
"Kalau seperti ini terus, apa kami perlu ikut orang asing yang sudah memberikan perhatian pada kami," katanya.
0 Comments Received
Leave A Reply