“Mengenai jumlah eksodus, kami (DPRD, Red.) belum melakukan survei atau mendapat masukkan dari lembaga lain, tapi kondisi itu sudah lama terjadi,” kata Nardi Azis.
Ia mengungkapkan, eksodus terjadi lantaran warga perbatasan, termasuk di Krayan, sangat bergantung pada kemakmuran negara tetangga. Lebih mudah mendapatkan barang kebutuhan pokok maupun kebutuhan lain yang jauh lebih murah dan terjangkau, sementara komoditi dari negara sendiri sangat mahal, lantaran sarana transportasi sangat minim.
“Ini kan kondisi yang akan memudarkan semangat nasionalisme terhadap NKRI. Karena kemiskinan, dan tidak tersentuh pembangunan, membuat warga di perbatasan mudah tergoda sehingga eksodus ke Malaysia. Dan ironisnya, seperti ada kebanggaan bisa menggunakan merek Malaysia daripada hasil negara sendiri,” akunya.
Nah, karena itu, lanjut Nardi, sebaiknya visi misi untuk mewujudkan daerah perbatasan tak hanya sekadar hanya dijanjikan sebagai daerah atau serambi Indonesia di hadapan negara tetangga, tapi ada perwujudan nyata yang dapat mengubah kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah perbatasan.
Nardi juga mengaku kecewa dengan janji program 100 hari pemerintahan SBY-Boediono, yang menempatkan pointer pembangunan kawasan perbatasan sebagai prioritas.
“Kami sampai saat ini belum mengetahui, apasih kejelasan upaya peningkatan pembangunan perbatasan dalam program 100 hari kabinet SBY ini,” ungkapnya.
Selain itu, provinsi sepertinya juga belum sepenuhnya menaruh komitmen untuk membangun kawasan perbatasan seperti yang pernah dijanjikan sejak lama.
“Buktinya, saat ini Kaltim malah memprioritaskan pembangunan freeway daripada membangun kawasan perbatasan,” sesalnya.
Meski demikian kondisinya, Nardi mengaku tak ingin membeda-bedakan gerak pembangunan di Kaltim yang digawangi Provinsi Kaltim. Hanya saja, perlu mendapat perhatian, prioritas mana, antara membangun freeway yang nota bene kawasan penghubung antara dua daerah yakni Samarinda dan Balikpapan, dan sampai saat ini kondisinya pun masih layak pakai—dengan anggaran yang tidak sedikit.
Sementara, kondisi berbeda jelas terlihat di kawasan perbatasan, banyak infrastruktur yang belum memadai, baik itu fasilitas pendidikan, ekonomi, perdagangan dan sektor-sektor penting lainnya.
Dicontohkan Nardi, kawasan perbatasan dan pedalaman seperti Krayan dan Krayan Selatan juga sangat perlu mendapat perhatian.
Sementara itu, Gubernur Awang Faroek saat dikonfirmasi soal perbatasan, menegaskan bahwa membangun perbatasan tidak serta merta bisa cepat dilakukan. Ada beberapa tahapan yang harus dilewati. Untuk saat ini, Pemprov masih terkonsen untuk membangun daerah perbatasan sebagai daerah kota terpadu mandiri (KTM). Dan di Kabupaten, KTM ditetapkan di dua daerah yakni Simenggaris dan Sebatik.
0 Comments Received
Leave A Reply