NUNUKAN - Saat ini ketersediaan daya listrik di Kabupaten Nunukan hanya 5,6 Mega Watt (MW). Sementara kebutuhan ideal untuk 37.061 kepala keluarga (KK) di Kabupaten Nunukan, diperlukan daya listrik minimal 33,354 MW, dengan asumsi setiap KK memerlukan 900 watt. "Dengan kondisi seperti ini, kami perkirakan hingga tahun 2014 mendatang pemadaman masih akan sering terjadi," kata Dr Danang, peneliti dari PT Benatin Surya Cipta Konsultan, saat menyampaikan presentasi di hadapan anggota DPRD Nunukan.
Untuk mengatasi defisit pasokan tenaga listrik karena derating mesin PLTD Nunukan dan ketidakmampuan memasok beban listrik yang terus meningkat, maka dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumber energi listrik yang terdapat di daerah ini. Seperti sumber tenaga air yang terdapat di Kecamatan Sebatik Barat yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), dengan potensi listrik 30 MW. Di Kecamatan Krayan dengan membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Desa Pa Raye, potensi listrik yang dihasilkan mencapai 16,251 MW.
Sedangkan di Desa Sumolumong, Kecamatan Lumbis dapat dibangun PLTA dengan potensi listrik mencapai 22,031 MW. "Pembangunan tiga pembangkit ini berpotensi menghasilkan listrik hingga 38,312 MW," ujarnya. Untuk pembangunan tiga pembangkit ini dibutuhkan biaya investasi sekitar 4.000 dolar AS per KW atau sekitar Rp 1,532 Triliun. Biaya tersebut digunakan untuk pekerjaan sipil sebesar 65-75 persen, kemudian studi dampak lingkungan 15-25 persen. Sedangkan sisanya 10 persen digunakan untuk turbo-generator dan control systems.
Dari segi nilai investasi, pembangunan PLTD memang lebih murah daripada harus membangun PLTA. Hanya saja biaya operasional PLTD dinilai sangat tinggi. Dengan mempertahankan PLTD, negara akan banyak menanggung kekurangan biaya operasional akibat harga jual yang tidak sebanding kepada konsumen. "PLTD juga sangat tergantung pada bahan bakar. Berbeda dengan PLTA, ini sangat menjanjikan. Dalam waktu lima tahun sudah bisa dirasakan keuntungan dari sana,".
Pembangunan PLTA terkait erat dengan aspek kelestarian lingkungan. Sehingga ketersediaan dan keberlangsungan pembangkit ini dapat dipertahankan. Selanjutnya dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah dan swasta untuk menjaga kelestarian alam di sekitar aliran sungai.
Mengingat besarnya biaya investasi untuk pembangunan ketiga pembangkit listrik tersebut, Danang menyarankan agar Pemkab Nunukan menyusun strategi antara lain, menarik investor dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memberikan insentif yang wajar.
Selain itu, Pemkab Nunukan dapat memanfaatkan donasi dari negara maju melalui mekanisme perdagangan pengurangan emisi karbon dioksida. "Pembangunan infrastruktur kelistrikan berupa jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik perlu dilakukan untuk mendistribusikan tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban,".
Untuk mengatasi defisit pasokan tenaga listrik karena derating mesin PLTD Nunukan dan ketidakmampuan memasok beban listrik yang terus meningkat, maka dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumber energi listrik yang terdapat di daerah ini. Seperti sumber tenaga air yang terdapat di Kecamatan Sebatik Barat yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), dengan potensi listrik 30 MW. Di Kecamatan Krayan dengan membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Desa Pa Raye, potensi listrik yang dihasilkan mencapai 16,251 MW.
Sedangkan di Desa Sumolumong, Kecamatan Lumbis dapat dibangun PLTA dengan potensi listrik mencapai 22,031 MW. "Pembangunan tiga pembangkit ini berpotensi menghasilkan listrik hingga 38,312 MW," ujarnya. Untuk pembangunan tiga pembangkit ini dibutuhkan biaya investasi sekitar 4.000 dolar AS per KW atau sekitar Rp 1,532 Triliun. Biaya tersebut digunakan untuk pekerjaan sipil sebesar 65-75 persen, kemudian studi dampak lingkungan 15-25 persen. Sedangkan sisanya 10 persen digunakan untuk turbo-generator dan control systems.
Dari segi nilai investasi, pembangunan PLTD memang lebih murah daripada harus membangun PLTA. Hanya saja biaya operasional PLTD dinilai sangat tinggi. Dengan mempertahankan PLTD, negara akan banyak menanggung kekurangan biaya operasional akibat harga jual yang tidak sebanding kepada konsumen. "PLTD juga sangat tergantung pada bahan bakar. Berbeda dengan PLTA, ini sangat menjanjikan. Dalam waktu lima tahun sudah bisa dirasakan keuntungan dari sana,".
Pembangunan PLTA terkait erat dengan aspek kelestarian lingkungan. Sehingga ketersediaan dan keberlangsungan pembangkit ini dapat dipertahankan. Selanjutnya dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah dan swasta untuk menjaga kelestarian alam di sekitar aliran sungai.
Mengingat besarnya biaya investasi untuk pembangunan ketiga pembangkit listrik tersebut, Danang menyarankan agar Pemkab Nunukan menyusun strategi antara lain, menarik investor dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memberikan insentif yang wajar.
Selain itu, Pemkab Nunukan dapat memanfaatkan donasi dari negara maju melalui mekanisme perdagangan pengurangan emisi karbon dioksida. "Pembangunan infrastruktur kelistrikan berupa jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik perlu dilakukan untuk mendistribusikan tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban,".
0 Comments Received
Leave A Reply